SIDRAP, SULSEL – Di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), malam kini bukan lagi waktu bermain bebas bagi para pelajar. Menyusul kebijakan serupa yang lebih dulu diberlakukan di Jawa Barat dan Surabaya, Pemerintah Kabupaten Sidrap resmi menetapkan jam malam bagi siswa. Langkah ini diambil demi menekan laju kenakalan remaja, mencegah tindak kriminal, dan menegaskan pentingnya disiplin serta nilai-nilai keagamaan.

Bupati Sidrap Syaharuddin Alrif menyatakan, pelajar yang melanggar aturan ini tidak akan diberi sanksi sembarangan. Bukan barak militer, melainkan pondok pesantren yang menjadi tempat mereka ditempatkan. Dalam cara pandang Sahar—sapaan akrabnya—pendidikan karakter lebih baik ditanamkan dengan pendekatan keagamaan, bukan kekerasan.

“Kami ingin anak-anak tetap fokus belajar di rumah, berkumpul dengan keluarga, bukan berkeliaran di malam hari. Tujuan akhirnya, membangun masa depan yang lebih baik,” ujar Sahar.

Setiap Kamis malam pun kini menjadi waktu wajib ke masjid. Salat berjamaah, mengaji, dan zikir bersama menjadi bagian dari rutinitas pelajar. Dengan begitu, Sidrap bukan hanya ingin memberantas kriminalitas remaja, tetapi juga memperkuat akar spiritual dan kedekatan anak dengan lingkungan religius.

Kebijakan ini menyulut perbincangan, terutama karena pendekatannya yang tidak represif melainkan edukatif. Di tengah kekhawatiran tentang pergaulan bebas, konsumsi minuman keras, hingga penyalahgunaan narkoba yang makin merambah usia muda, Sidrap memilih jalur pengasuhan berbasis nilai lokal dan agama.

Jam malam pelajar di Sidrap bukan semata larangan berkeliaran, melainkan upaya untuk menata ulang ruang tumbuh anak—agar lebih dekat pada keluarga, lebih hangat dengan agama, dan lebih aman dari godaan malam