Jakarta– Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung resmi menetapkan eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim (NAM) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.
“Pada hari ini kami telah menetapkan tersangka dengan inisial NAM selaku Mendikbudristek,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo saat jumpa pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
Dia juga langsung ditahan selama 20 hari ke depan di rumah tahanan (rutan) dan penahanannya dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.
Nadiem ditetapkan sebagai tersangka setelah tiga kali diperiksa sebagai saksi, yakni pada Senin (23/6/2025), Selasa (15/7/2025), dan hari ini.
Sebelumnya, pada Selasa (15/7/2025), Kejagung lebih dulu menetapkan empat tersangka lain, yakni Jurist Tan (JT), eks Staf Khusus Mendikbudristek; Ibrahim Arief (IA), konsultan perorangan untuk Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah; Mulyatsyah (MUL), mantan Direktur SMP Kemendikbudristek; serta Sri Wahyuningsih (SW), mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek.
Untuk kepentingan penyidikan, Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung selama 20 hari. Sementara Ibrahim Arief mendapat status tahanan kota karena menderita penyakit jantung kronis. Adapun Jurist Tan kabur ke luar negeri sehingga belum ditahan dan masih dalam proses pengejaran.
Dalam konstruksi perkara, para tersangka diduga mengondisikan proyek pengadaan laptop Chromebook yang semula dirancang menggunakan sistem operasi Windows. Perubahan tersebut disebut dilakukan atas perintah Mendikbudristek saat itu, Nadiem Makarim.
Proyek ini merupakan bagian dari pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk PAUD, SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran Rp9,3 triliun. Dana berasal dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sekolah-sekolah di seluruh kabupaten/kota, termasuk wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Target proyek adalah penyediaan 1,2 juta unit laptop.
Namun, proyek tersebut dinilai tidak berjalan efektif dan justru menimbulkan kerugian negara sekitar Rp1,98 triliun. Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.



Tinggalkan Balasan